Cerita Pendek: Kupat Tahu Sang Kakek dan Perempuan Berdaster Merah (2)

oleh -437 Dilihat
oleh
Kupat Tahu Sang Kakek dan Perempuan Berdaster Merah

Saya kaget sekali, gugup dan terbengong-bengong. Kemudian saya menundukkan kepala sambil memgucapkan astagfirullah dalam hati. Walau saya sudah uzur, melihat perempuan macam begitu, ampuuunnn dada saya tetap saja serasa kena petir. Saya juga tak bisa bicara apa-apa. Sebab mulut saya penuh dengan kupat tahu.

Dengan langkah kaki yang cepat dan tanpa bicara apa-apa, perempuan itu masuk ke dalam rumah. Saya tak bisa mencegah karena sulit melangkah, karena saya belum pulih dari sakit stroke dan baru satu bulan belajar jalan dengan tongkat.

“Tak ada sopan-sopannnya perempuan zaman sekarang, kurang ajar masuk ke rumah orang lain tanpa permisi.” Saya menggerutu.

Saya kembali melanjutkan makan kupat tahu karena selain sedang nikmat-nikmatnya, sayang juga kalau kupat tahu tidak dimakan. Apalagi kupat tahu masih banyak dipiring dan paling enak di Kota Bandung.

Tapi lama-lama, sosok perempuan berdaster merah itu kepikiran juga. Ada perasaan khawatir dalam diri saya, mau apa dia masuk ke rumah saya, bagaimana kalau istri saya pulang dari pasar dan dia tahu ada perempuan itu di dalam rumah, ah celaka, gawat. Pasti dia ngamuk dan bisa saja menuduh saya yang bukan-bukan. Saya tak bisa membayangkan kalao istri saya ngamuk. Soalnya ia mantan atlet pencak silat.

Saya cemas sekali.

Bagaimana kalau perempuan itu tenyata perampok, pencuri atau punya niat yang tidak baik, mungkinkah ia punya ilmu kanuragan lalu berniat membunuh saya sebagai tumbal misalnya.

Saya bangkit dari kursi. Tapi sebelum melangkah saya makan kupat tahu terlebih dulu dua sendok. Dengan langkah kaki tertatih-tatih menggunakan tongkat, saya cari ke mana perempuan itu. Tapi saya kehilangan jejak.

“Cepat sekali perempuan itu menghilang, padahal di rumah saya tidak ada pintu belakang atau pintu samping untuk keluar. brengsek, bajingan itu sembunyi di mana? ” saya mengumpat.

Tidak juga menemukan perempuan itu, perasaaan saya mulai jengkel. Tapi saya mencoba bersabar. saya cari lagi perempuan itu ke setiap kamar tidur, ternyata tidak ada juga. Saya cari ke kolong ranjang, kosong. Saya cari ke gudang dan Ke dapur, tidak ada.

Huh perempuan itu bikin repot saja. Jangan-jangan perempuan itu siluman atau hantu? Bulu kuduk saya mendadak meriap-riap. Rumah terasa sunyi dan menyeramkan. Ada perasaan takut dalam diri saya.

Karena capek mencari-cari perempuan itu dan otot kaki terasa pegal dan tegang sekali, akhirnya saya kembali ke ruang tamu. Duduk di kursi sambil tarik nafas beberapa kali. Saya mengurut-urut kaki kiri dengan tangan kanan.

Kemudian meneruskan makan kupat tahu lagi. tapi baru saja dua suap makan kupat tahu, sayup-sayup terdengar seperti seseorang sedang bersenandung. Suara itu bersatupadu demgan suara air yang dibanjur-banjurkan dari gayung.

“Jangan-jangan perempuan itu mandi? Ah kalau itu benar, pasti perempuan itu perempuan gila. Jangan-jangan perempuan itu memang gila. Bisa saja ia kabur dari rumah sakit jiwa,” kata saya.

Segera saya makan lagi kupat tahu. Lalu saya bangkit dari kursi. Dengan langkah kaki yang susah payah, saya melangkah menuju kamar mandi. Saya ingin meyakinkan apakah betul yang mandi itu perempuan berdaster merah.

Namun baru saja berjalan empat langkah, tiba-tiba saja saya mendengar teriakan -teriakan orang banyak. Gemuruh suara itu semakin lama semakin jelas dan semakin dekat menuju rumah saya. Dengah langkah tertatih-tatih saya menuju ruang depan atau ruang tamu.

Namu begitu saya sampai pintu rumah, segerombolan ibu-bu langsung menerobos dan masuk ke ruang tamu, higga saya terjengkang dan nyaris jatuh. Wajah ibu-ibuitu penuh dengan amarah, kebencian dan dendam.

Salah seorang ibu yang paling galak membentak saya, “hey kakek peot, kau sembunyikan di mana perempuan berdaster merah itu?”

“Saya tidak tahu,” jawab saya gugup….(bersambung)

Budi Sabarudin, lahir di Desa Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Ia penyintas stroke. Budi juga pernah menjadi wartawan sekitar 20 tahun (bergabung dengan grup Pikiran rakyat dan Jawa Pos). Pernah menjadi pendongeng keliling.

Bukunya yang telah terbit Si Lidah Emas Dirampok Begal (2020) Kini Budi istirahat dan tinggal di Bandung.

No More Posts Available.

No more pages to load.