Tidak Diberi ‘Warning’, Orang Tua Calon Praja IPDN Kecewa Proses Seleksi

by

CILEGON, (BN) – Badiamin Sinaga (42), orangtua salah satu siswa calon praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor Bandung, mempersoalkan sistem seleksi penerimaan calon praja tahun 2019, yang dinilainya tak fair. Menurutnya, pihaknya tidak diberikan ‘warning’ hingga dugaan kecurangan.

Berdasarkan penuturan Sinaga, ada tiga hal yang menjadi poin dalam dugaan kecurangan seleksi penerimaan calon Praja 2019 di IPDN.

“Pertama soal tinggi badan. Dalam beberapa test di tahun 2018 dan 2019 yang dilakukan di daerah, hasilnya menyebutkan bahwa anak saya tingginya 162 cm. Saat di ukur ulang di IPDN, lewat tulisan di tangan kanannya, anak saya diberitahu kalau tingginya 160 cm. Hal tersebut masih kami anggap wajar karena masih masuk standar untuk diterima menjadi praja di IPDN. Namun saat mendengar pengumuman, kenapa tinggi anak saya berubah menjadi 158 cm. Ini jelas sangat tidak masuk akal dan janggal,” ungkap Sinaga, Senin (2/9/2019).

Dirinya sempat meminta panitia untuk mengukur ulang tinggi anaknya pada saat pengumuman, Sabtu 31 Agustus 2019 di IPDN. Namun panitia menolak permintaannya dengan alasan sudah rapat pleno.

“Kalau anak saya 158 cm, tidak mungkin akan saya dorong ke sana,” ucapnya.

Adanya dugaan kecurangan lain yang diungkapkan Sinaga, adalah mengenai munculnya penyakit bronchitis dalam pengumuman penerimaan praja saat pengumuman kesehatan anaknya.

Padahal menurutnya, dalam serangkaian tes yang sudah diikuti oleh anaknya, semua hasil menyatakan bila anaknya normal.

“Anak saya normal, bahkan jika dibandingkan yang lain, kondisi fisiknya paling baik diantara yang lain. Saya gak habis pikir kepada panitia, soal penting seperti ini kok bisa mengada-ngada. Padahal dalam beberapa medical check up di daerah penyakit itu tidak muncul (tidak ada). Yang lain, maaf ada yang muncul bisul di kepalanya, tapi kok tetap diterima,” paparnya.

Terakhir, Badiamin mengungkapkan soal ‘warning’ yang diberikan tim seleksi di daerah.

Dari keterangannya, untuk praja asal Kota Cilegon memang ada beberapa praja yang mendapatkan warning (peringatan bahwa kemungkinan tidak akan lolos), namun tidak termasuk kepada anaknya.

“Terakhir yang menjadi pertanyaan saya adalah soal pemberian ‘warning’. Di Banten yang diberi warning ada dua orang perempuan dan empat orang laki-laki. Mereka (orangtua) yang anaknya diberi ‘warning’ sudah pasti was-was. Saya sendiri optimis anak saya masuk karena tidak diberi ‘warning’, tapi kenapa tidak lolos,” ungkapnya.

Menurut Sinaga, jadwal pemberian ‘warning’ diberikan pada Jum’at (30/8/2019), namun anaknya tidak diberikan warning tersebut.

Sehingga dirinya mengaku kaget setelah sehari kemudian pada saat pengumuman anaknya yang merupakan utusan Kota Cilegon dinyatakan gagal.

“Kuota Provinsi Banten ada 32, sedangkan peserta yang dikirim hasil seleksi di daerah sebanyak 35. Dua utusan dari Kota Cilegon salah satunya anak saya dinyatakan gagal semua. Padahal anak saya tidak diberikan ‘warning’ tapi temannya yang juga dari Cilegon sehari sebelumnya dapat ‘warning’ itu,” jelasnya.

Untuk itu, dirinya berupaya menemui perwakilan rektor 3 IPDN, Hyronimus Rowa untuk mempertanyakan tiga kejanggalan yang diterima anaknya tersebut.

“Tapi rektor 3 hanya mengatakan itu kewenangan tim seleksi. Namun ia berjanji akan mempertemukan saya dengan tim seleksi, tapi malah kabur,” tegasnya.

Badiamin berharap ada penjelasan secara resmi dari pihak IPDN Jatinangor, soal kejanggalan hasil pengumuman yang membuat anaknya dinyatakan gagal.

“Saya hanya butuh penjelasan, ukur ulang tinggi badan anak saya dengan 32 perwakilan Banten lainnya, termasuk kenapa anak saya gak dapat ‘warning’, dan benar tidaknya penyakit bronkitis itu. Saya tahu anak saya berprestasi, tapi kalau gagal karena sistem yang gak jelas ini akan saya ungkap,” tandasnya.

Badiamin mengaku, hingga saat ini anaknya masih murung di kamar dan tak mau makan akibat hasil pengumuman dari IPDN yang dianggap tidak sesuai.

“Sampai saat ini anak saya masih murung dan terus berkata IPDN jahat, IPDN curang dan tak mau makan. Saya sebagai orangtua tentu sedih melihatnya, dan jika anak saya terus larut dalam kondisi seperti ini (depresi), saya akan tuntut pihak IPDN,” pungkasnya sambil menahan emosi dan air mata.

Menurut rencana, untuk mempersoalkan dugaan kecurangan mengenai seleksi penerimaan calon praja di IPDN, pihak Badiamin Sinaga, akan melakukan upaya koordinasi dengan pihak terkait.

No More Posts Available.

No more pages to load.