Surat Terbuka Untuk Andika Hazrumy: Tentang Kesetiakawanan Sosial yang Kian Terkoyak

by -877 Views
Subandi
Subandi Musbah, Pengurus Karang Taruna Kabupaten Tangerang (2014-2019).

Perkenankan saya menulis surat terbuka. Pertama, ini dilakukan semata kecintaan pada sebuah institusi sosial bernama Karang Taruna. Juga prihatin atas situasi saat ini; publik Tangerang, sebagian Banten, membaca sedang ada semacam kegaduhan.

Alasan kedua. Tentang bagaimana mengelola konflik yang seharusnya tidak dibiarkan liar. Surat ini harus segera sampai. Agar khalayak tidak semakin terbahak. Mentertawakan. Juga nyinyir. Marwah Karang Taruna harus tetap dijaga.

Terakhir, barangkali soal bagaimana info berimbang. Harus ada suara lian. Lantang dan berani menyampaikan. Agar telinga orang nomor satu di Banten tidak sekadar mendapat kabar dari ring satu orang dalam ‘an sich, cover both side’, perlu juga terpenuhi.

Ketiga alasan di atas, kiranya, saya perlu menyampaikan persoalan ini dari sudut pandang berbeda. Setidaknya beda dari apa yang telah sampai dan diterima. Melalui orang dekat Aa. Bisa saja kurang tepat atau barangkali berlebih.

Persoalan berawal dari terbitnya SK carateker.

Meniadakan kepengurusan lama. Ditandatangani oleh ketua harian dan sekretaris. Sebuah ketidaklaziman dalam prosedur organisasi. Keputusan sepenting itu diabsahkan oleh bukan ketua umum. Padahal istilah ketua harian sulit ditemukan aturannya.

Mengapa kemudian, Banten perlu memberhentikan kabinet Madronie. Barangkali karena masa khidmatnya sudah selesai. Tepat pada 13 Oktober 2019. Normatifnya mungkin begini: agar ‘negara’ Tangerang tidak pakum, perlu otoritas satu tingkat di atasnya turun gunung.

Kalau, reasoningnya, demikian. Kasus seperti ini terjadi dibeberapa daerah. Tidak ada tuh, gerakan turun gunung. Kota Tangerang kemarin begitu. Teranyar, Pandeglang. Sudah lama juga.

Dulu-dulu persoalan seperti ini diselesaikan secara ‘adat’. Karena Karang Taruna kesohor dengan kesetiakawanannya.

Hari ini, mengapa begitu beringas. Banten, mempermalukan Madronie _wa ashabihi. Padahal, Ketua Gede sangat setia. Diajak berpolitik, tak nolak. Diperintah suksesi, manut saja. Kesetiaannya usah diragukan.

Mengindahkan pendapat karib, demi keberhasilan cita-cita ketua umum Karang Taruna Provinsi Banten; menjadi wakil gubernur.

Saat itu. Persoalan berikutnya tentang apa yang termaktub dalam kutipan keputusan. Keluar pada 9 Desember 2019. Ada amanat. Berupa pelaksanaan Temu Karya Daerah Kabupaten Tangerang.

Betul harus dilakukan. Karena untuk regenerasi. Juga untuk tertib asas.

Perlu juga diketahui bersama, bahwa Tangerang sudah sedang menjalankan proses itu. Kepanitiaan sudah terbentuk. Bahkan setengah jalan. Pada saat provinsi turun gunung, proses Temu Karya hampir rampung.

Pertanyaannya, carateker hadir untuk apa? Kalau saja lahir sebelum kepanitiaan terbentuk. Barangkali logis. Dan Tangerang tidak menaruh rasa curiga.

Tidak lama setelah surat sakti itu keluar. Pengurus baru bergegas. Mengumpulkan awak media dan langsung teriak. Keliling pula. Layaknya safari politik. Mendatangi pemangku kebijakan Tangerang. Menyampaikan prihal kepemimpinan baru hasil ‘menggusur’ kawan seiring-seirama.

Mengabarkan pada dunia:

Mengabarkan pada dunia: “Kamilah pengurus yang legal. Diperintah provinsi untuk sesegera mungkin melaksanakan Temu Karya. Apa saja yang diputuskan oleh Madronie, itu bertentangan dengan norma yang berlaku. Singkat cerita; ilegal”. Begitu kira-kira pesannya.

Kader, pengurus, dan publik Tangerang tersentak. Kaget dus tidak percaya. Begitu dahsyatnya gaya carateker. Bak perang dunia kedua. Meminjam tangan media untuk menyerang. Menemui ‘kekuasaan’ untuk seiah-sekata. Seolah pengurus Karang Taruna betul-betul tiada.

Padahal tradisi itu belum pernah terjadi. Mengindahkan musyawarah. Tidak adakah jalan lain? Apa dialog sudah menjadi barang haram? Padahal dengan duduk bersama, segala sesuatu bisa selesai. Kita masih punya kopi. Cukup dengan secangkir itu, persoalan terurai.

Andai. Ini andai. Sekali lagi; andai. Provinsi memiliki jagoan untuk ikut kontestasi pada Temu Karya, daftar saja. Persilahkan pengurus kecamatan yang menilai.

Menentukan pemimpin Tangerang untuk 5 tahun ke depan. Bukan dengan membakar lumbungnya.

Meniadakan yang sudah ikhlas bekerja. Atau. Ini hanya atau. Sekali lagi: atau. Temu Karya bagian dari tahapan suksesi jenjang yang lebih tinggi. Usahlah memaksa kehendak. Ambisi pribadi tidak boleh begitu dominan. Hingga membuat gaduh. Cara seperti itu, kurang elegan.

Rabu, 18 Desember 2019, Temu Karya Daerah VI terlaksana. Berjalan dengan baik, tidak ada kendala. Hadir 26 dari 29 pengurus kecamatan se-Tangerang. Hanya tiga yang absen.

Pun dengan pengurus provinsi. Beberapa orang turut serta. Datang dan mengikuti sampai penutupan

Temu Karya telah selesai. Ketua baru sudah ada. Bahkan formatur akan bekerja selama tujuh hari untuk menyusun kepengurusan. Setelah itu menghadap Bupati agar mendapatkan SK. Periode 5 tahun yang akan datang.

Pertanyaan selajutnya. Apakah Aa begitu tega mengindahkan hasil Temu Karya? Akankah carateker besutan provinsi tetap menghelat Temu Karya? Memaksakan kehendak.

Membuat Tangerang yang sudah gembira dan lantas terobok. Menganggap keputusan 26 kecamatan sebagai sesuatu yang salah.

Saya, meminta Aa untuk melihat persoalan ini lebih bijak. Tidak menjadikan Karang Taruna berjalan semakin jauh dari tradisi kebersamaan. Percayalah, orang dekat yang selama ini sebagai pembisik juga manusia. Bukan malaikat, apalagi Tuhan. Mereka mungkin saja keliru bahkan salah.

Sudahilah polemik ini. Tangerang sudah bekerja dengan baik dan maksimal. Dan Aa, baik sebagai ketua Karang Taruna maupun wakil gubernur Banten, mampu. Bisa. Sanggung. Bahkan mudah. Menyelesaikan semuanya. Agar polemik ini tidak berkepanjangan.

Karang Taruna sedang banyak dibicarakan. Semakin gaduh. Tetangga akan kian tersenyum. Meneruskan seteru bukan solusi. _Wise and calm_. Sudahi dan biarkan Tangerang riang gembira. Percayalah. Tangerang tetap setia. Pada Aa, juga Banten. (*)

Oleh: Subandi Musbah
Pengurus Karang Taruna Kabupaten Tangerang 2014-2019.

Cek berita yang lain di

No More Posts Available.

No more pages to load.