Pengakuan Dewan Juri Anugerah Kebudayaam PWI Pusat

by -262 Views

JAKARTA, (BN) – Inilah Dewan Juri yang telah bekerja memilih 10 dari 30 Bupati/Walikota, dari 18 provinsi di Tanah Air. Dari lima orang, empat orang berlatar belakang wartawan/penulis — Ninok Leksono, Atal S.Depari, Agus Dermawan T, dan Yusuf Susilo Hartono — dan seorang berlatar belakang akademisi, Nungki Kusumastuti (sebagai Ketua Dewan Juri).

Ninok Leksono, wartawan senior Kompas, yang sehari-hari sebagai Rektor Universitas Multimedia Nusantara. Atal S. Depari, Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pemred yang kini menjadi Ketua Umum PWI Pusat. Agus Dermawan T, terkenal sebagai pengamat seni rupa, penulis buku-buku budaya dan seni, diantaranya “Perjalanan Turis Siluman : 51 cerita dari 61 Negara”. Yusuf Susilo Hartono, Pemimpin Majalah Galeri, pelukis, pengurus PWI Pusat yang menggagas dan menangani Anugerah Kebudayaan PWI Pusat. Selain Dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Nungki Kusumastuti, dikenal sebagai penari, dan artis film.

Sejak November 2019, Dewan Juri ini mulai bekerja dalam dua tahap. Pertama, membaca semua proposal yang masuk. Makalah digital, dikirim via email. Disyaratkan agar visualnya diperhatikan, tapi ada pula yang garing. Sudah diberi alur, tapi banyak yang membuat alur sendiri. Sudah ditentukan ketebalannya, sekitar 50 halaman, ada yang separonya sampai 250-an halaman. Diminta melampirkan foto, tapi ada yang nekat melampirkan video dengan size puluhan MB – 800-an MB. Semua itu harus disimak satu-satu, sampai mata “merah”. Tanggal 27 Desember 2019, Dewan Juri rapat di Kantor PWI Pusat, Gedung Dewan Pers Lantai 4, Kebon Sirih, Jakarta. Memilih sepuluh proposal terbaik. Mewakili tiga zona : 1) Daerah/kota yang ada di dalam atau dekat dengan Ibu kota RI. 2) Daerah/kota yang ada di dalam/dekat Ibu kota Provinsi. Dan 3) daerah.kota yang jauh dari Ibu kota Provinsi. Tahap kedua, babak presentasi.

“Proposal-proposal yang dinilai bagus dalam Anugerah Kebudayaan PWI 2020 ini, membuat kami mengacungkan jempol. Karena di negeri kita terdapat sejumlah Walikota dan Bupati yang bergagasan komprehensif dan jernih untuk memajukan wilayah dan masyarakat daerahnya,” ujar Nungki Kusumastuti.

Tamasya Mengenali Kekayaan Budaya

Agus Dermawan T punya kesan lain. “Bagi saya, duduk sebagai juri Anugerah Kebudayaan Bupati/Walikota se Indonesia merupakan kesempatan yang sangat berharga. Karena dalam duduk itu saya dapat membaca berita kebudayaan yang ditulis oleh berpuluh Bupati/Walikota dari pelosok Nusantara. Dalam duduk, saya diajak bertamasya untuk mengenali kekayaan budaya dari banyak daerah. Lalu dalam duduk pula saya dibikin terpesona oleh aset budaya setiap daerah, yang semuanya unik, estetik, artistik dan luhur nilainya,” tuturnya.

Dalam sidang “10 Besar Bupati/Walikota Berkebudayaan”, lanjut Agus, keunikan budaya daerah itu semakin tinggi terjunjung. Setiap Bupati/Walikota tampak menguasai hal ihwal kebudayaan di daerahnya. Setiap Bupati/Walikota punya kiat menarik untuk pemeliharaan, pengembangan, pemajuan dan pemanfaatan segala unsurnya. Dan semua itu berhilir kepada hasrat : menjadikan kebudayaan daerah sebagai spirit utama pembangunan semua aspek kehidupan masyarakat di wilayahnya. William Cowper, penyair Inggris abad 18 mengatakan ‘God made the county, and man made the town’. Menakjubkan ketika melihat kenyataan betapa Bupati/Walikota Indonesia membangun kota dengan jiwa yang tetap desa.

” Sebagai pengamat kebudayaan (dan penggemar wisata), saya telah mengunjungi dan mengamati 110 kota dan desa di lebih dari 40 negara. Dari semua negara yang saya simak, sungguh, tak ada satu pun yang memiliki kekayaan budaya daerah seperti Indonesia. Saya yakin benar, kekayaan budaya daerah Indonesia terus hidup lantaran Bupati dan Walikotanya tak henti memelihara,” tandasnya.

Perkenalan Lebih Baik dengan Daerah

Ninok Leksono secara reflektif melihat bahwa banyak sudah seruan untuk ‘menemukan kembali’ (reinventing) Indonesia disampaikan, dan slogan tentang kebhinekaan digaungkan. Ternyata salah satu jalan untuk mencapai tujuan di atas adalah melalui perkenalan lebih baik tentang daerah, yang unitnya mewujud dalam kota dan kabupaten.

“Kesempatan untuk mengenal daerah lebih dekat muncul saat kami ditunjuk menjadi juri Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2020, Desember 2019-Januari 2020 kemarin. Membaca 30 proposal yang masuk dari berbagai kota dan kabupaten saja sudah menggerakkan rasa antusiasme dan cinta tanah air. Ketika bertemu dengan 10 walikota dan bupati yang masuk final, pengenalan akan tanah air pun makin bertambah. Pertama lahir apresiasi luar biasa akan berbagai potensi – kekayaan alam dan budaya – yang ada. Berikutnya, apresiasi juga muncul ketika melalui paparan di depan dewan juri walikota dan bupati bisa meyakinkan bahwa melalui tata kelola dan visi pemerintahan yang baik, potensi besar tersebut dapat digali, dikembangkan, dan diusahakan untuk memajukan daerah, membuatnya menjadi kota dan kabupaten yang lebih cerdas, berbudaya, dan meningkat perikehidupan masyarakatnya,” paparnya.

Menurut Ninok, juri terkesan, bahwa seni budaya tradisi sebagian dilestarikan, dan sebagian dimutakhirkan. Walikota dan bupati juga tak segan menerapkan teknologi informasi-komunikasi untuk membawa wilayah yang dipimpinnya lebih modern, dan lebih dari itu, semakin kapabel untuk meraih kesempatan maju, misalnya dengan terfasilitasinya UMKM lokal meluaskan bisnis via online.

“Ringkasnya, resultan semua ihtiar kepala daerah untuk melestarikan dan mengembangkan kekayaan alam dan budaya lokal menjadi pertimbangan utama juri untuk memberikan Anugerah Kebudayaan PWI Pusat. Selebihnya adalah kekaguman dan keterpesonaan juri pada keindahan, kekhasan dan anugerah yang melimpah pada ‘lands and people’ yang sepatutnya kita hormati dan muliakan,” katanya menekankan.

Dicatat dengan Tinta Emas
Menurut Yusuf Susilo Hartono , saat dirinya melihat, mendengar, bercakap-cakap, dan tanya jawab dengan ke-10 bupati/ walikota ini, berseliweran ingatanya pada para tokoh yang sukses dengan cara berfikir “out off the box”. Dengan cara berfikir seperti itu, sang tokoh — meminjam istilah Luc de Brabandere & Alan Iny dalam bukunya “Thinking in New Box” — membuat kotak baru untuk diisi dengan realitas baru.

“Kadar kotak baru dan realitas baru itu berbeda-beda. Mulai dari yang ‘ekstrim positif’ sampai yang ‘soft’. Meski platformnya sama-sama berbasis pada pelestarian. Dalam arti perawatan, pemanfaatan, pengembangan, perlindungan terhadap keunikan, kekhasan, warisan alam (dari Tuhan) dan warisan budaya (dari nenek moyang), dengan cara-cara kekinian,” terangnya.

Di mata Atal S.Depari, Bupati Walikota yang telah dengan sungguh-sunguh memajukan kebudayaan di daerahnya masing-masing, yang sebagian mendapat penghargaan Anugeah Kebudayaan PWI Pusat — ini kelak akan dikenang dan dicatat di hati masyarakat setempat. Juga dicatat oleh para wartawan dengan tinta emas.

Cek berita yang lain di

No More Posts Available.

No more pages to load.